Thursday, June 14, 2012

Simulasi Pedagogi dan Andragogi dalam Kelas Psikologi Pendidikan


Kelompok 1 :
                
     Dalam kelas Psikologi pendidikan tadi pagi (tanggal 8 Juni) , kami melakukan simulasi tentang pedagogi dan andragogi. Membedakan keduanya melalui praktek ternyata jauh lebih sulit. Untuk meningkatkan pemahaman kami, ibu Dina – dosen pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan meminta kami untuk membentuk kelompok dan membuat simulasi tentang pedagogi dan andragogi. Kami mencoba menyatukan persepsi dan pemahaman kami dan akhirnya kami membuat simulasi sebagai berikut.

Ø  Simulasi untuk pedagogi
Setting yang kami ambil adalah pembelajaran di Tk. Edberg, Tia , dan Fitri berperan sebagai murid TK, sementara Rahel berperan menjadi guru mereka. Guru menggunakan metode pedagogi untuk mengajarkan anak-anak bentuk bangun dasar. Ibu guru memperkenalkan beberapa bentuk dan menjelaskan cara membentuknya. Guru juga meminta murid untuk mengikutinya untuk menambah pemahaman siswanya.

Ø  Simulasi andragogi
 yang kami ambil adalah suasana pelatihan ketrampilan menjahit. Edberg , Tia, dan Fitri berperan sebagai peserta pelatihan sementara,Rahel berperan sebagai tutor mereka. Dalam pelatihan ini tutor membiarkan peserta untuk membuat kreatifitas mereka sendiri. Tutor akan membantu mereka ketika mereka merasa perlu dibantu. Mereka lebih aktif untuk mencari inovasi akan karya mereka.

Yang ingin kami gambarkan lewat simulasi ini adalah :

Pada simulasi pedagogi kami menunjukkan bahwa guru lebih aktif dalam menanamkan pengetahuan kepada para siswanya. Guru membuat pembelajaran sekreatif mungkin sehinggan siswa memiliki motivasi untuk belajar dan pembelajaran lebih maksimal. Dalam hal ini keaktifan guru memunculkan motivasi eksternal bagi para peserta didik. Sementara pada simulasi andragogi kami menunjukkan bahwa peserta pelatihan sudah memiliki motivasi internal untuk mengembangkan kemampuannya, mereka dibiarkan untuk membuat kreatifitas  mereka sendiri.  Dalam andragogi bukan lagi guru atau pelatih yang menjelaskan bahwa ilmu ini penting. Keinginan belajar lahir dari peserta didik sendiri.

Andragogi


Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani ”andr” atau ”aner” yang berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani ”agogus” berarti ”memimpin/membimbing”. Agogi berarti ”aktivitas memimpin/membimbing” atau ”seni dan ilmu mempengaruhi orang lain”.
Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani ”paid” (berarti anak) dan ”agogus” (berarti ”memimpin”). Paedagogi berarti ”seni dan ilmu mengajar anak-anak”.
Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andaragogi sebagai ”seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar”. Namun dalam perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut.
1.    Asumsi-asumsi Paedagogi dan Andragogi, dan Implikasinya
Menurut Malcolm S. Knowles ada empat konsep dasar (asumsi) yang membedakan paedagogfi dan andragogi yaitu :
Paedagogi
Andragogi
  1. Konsep diri
Anak ialah pribadi yang tergantung.
Hubungan pelajar dengan pengejara merupakan hubungan yang bersifat pengarahan.
2.      Pengalaman
Pengalaman pelajar sangat terbatas, karena itu dinilai kecil dalam proses pendidikan.
3.      Kesiapan belajar
Guru menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar.
4.      Orientasi Terhadap Belajar
Anak-anak cenderung mempunyai perspektif untuk menunda aplikasi apa yang ia pelajari (digunakan di masa yad.)
Pendekatannya ”berpusat kepada mata pelajaran” (Subject Centered)
Si pelajar bukan pribadi yang tergantung, tapi pribadi yang telah masak secara psikologis.
Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan hubungan saling membantu yang timbal balik.

Pengalaman pelajar orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang kaya.
Pelajar menentukan apa yang mereka perlu pelajari berdasarkan pada persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka.

Pelajar cenderung mempunyai perspektif untuk kecepatannya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari.
Pendekatannya ”berpusat kepada masalah” (Problem Centered)
2.    Implikasi dari masing-masing asumsi di atas terhadap pendidikan orang dewasa
Implikasi dari asumsi tentang konsep diri
  1. Iklim belajar, perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. à ruangan, peralatan, kerja sama yang saling menghargai.
  2. Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya.
  3. Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya.
  4. Evaluasi belajar dalam proses belajar secara andragogik menenkankan kepada cara evaluasi diri sendiri.
Implikasi dari asumsi tentang pengalaman
  1. proses belajar ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman, seperti diskusi, metode kasus, simulasi, latihan praktek, metode proyek, demonstrasi, bimbingan dan seminar.
  2. Penekanan dalam proses belajar pada aplikasi praktis.
  3. Penekanan dalam proses belajar adalah belajar dari pengalaman.
Implikasi dari asumsi tentang kesiapan belajar
  1. Urutan kurikulum dalam proses belajar orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran atau berdasarkan kebutuhan kelembagaan.
  2. Adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.
Implikasi dari asumsi tentang orientasi terhadap belajar
  1. Para pendidik orang dewasa bukanlah berperan sebagai seorang guru yang mengajar mata pelajaran tertentu, tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang yang belajar.
  2. Kurikulum dalam pendidikan untuk orang bdewasa tidak diorientasikan kepada mata pelajaran tertentu, tetapi berorientasi kepada masalah.
  3. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi pada masalah maka pengalaman belajar yang dirancang berdasarkan pula kepada masalah atau perhatian yang ada pada benak mereka.
Sumber: www.id.wikipedia.org/wiki/Andragogi

Wednesday, June 13, 2012

Perbedaan Pedagogi dan Andragogi


Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.
Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu contohnya adalah aliran pemikiran Sokrates
Kata "pedagogi" berasal dari bahasa Yunani Kuno  παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak tuannya. Termasuk di dalamnya mengantarnya ke sekolah (διδασκαλείον) atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya).
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan yang sekarang digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut.
Malcolm Knowles mengungkapkan istilah lain yang mirip dengan pedagogi yaitu andragogi, yang merujuk pada ilmu dan seni mendidik orang dewasa.
·         Apa yang membedakan antara pedagogi dengan andragogi? 
·         Kenapa sebaiknya paradigma pendidikan harus berubah dari pedagogi ke andragogi?
Pertama, dilihat dari sisi siswa atau pemelajar
Dalam pedagogi, siswa sangat tergantung pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Gurulah yang mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa adalah mandiri (dialah yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana). Jadi, dialah yang bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator. Begitu pula dengan evaluasi, siswa penting sekali diberikan peluang yang cukup besar untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment).
Kedua, dilihat dari sisi peran pengalaman siswa atau pemelajar
Dalam pedagogi, pengalaman guru yang lebih dominan. Siswa mengikuti aktifitas belajar, dimana ia sendiri tidak banyak mengalami sesuatu, kecuali sebagai peserta pasif. Sedangkan dalam andragogi, pemelajar mengalami sesuatu secara leluasa. Pengalaman menjadi sumber utama mengidnetifikasi penguasaan dirinya akan sesuatu. Satu sama lain saling berperan sebagai sumber belajar.
Ketiga, dilihat dari sisi orientasi terhadap belajar
Dalam pedagogi, dalam pedagogi pembelajaran dianggap sebagai proses perolehan suatu pengetahuan (mata ajar) yang telah ditentukan sebelumnya. Materi ajar telah diourutkan secara sistematis dan logis sesuai dengan topik-topik mata ajar. Sedangkan dalam andragogi sebaliknya. Pemelajar harus memiliki keinginan untuk menguasai suatu pengetahuan/keterampilan tertentu, atau pemecahan masalah tertentu yang dapat membuat ia sendiri puas. Pelajaran harus relevan dengan kebutuhan tugas nyata pemelajar itu sendiri. Mata ajar didasarkan atas situasi pekerjaan atau kebutuhan real pemelajar, bukan berdasarkan topik-topik tertentu yang sudah ditentukan.
Keempat,  dilihat dari sisi motivasi belajar
Dalam pedagogi, motivasi datang secara eksternal, artinya disuruh atau dipaksa atau diwajibkan atau dituntut untuk mengikuti suatu pendidikan tertentu. dalam andragogi, motivasi lebih bersifat internal, datang dari diri sendiri sebagai wujud dari aktualisasi diri, penghargaan diri dan lain-lain
            Menurut Malcom Knowles (1984), dalam bukunya, “Self-directed Learning”, Andragogy memang merupakan teori orang dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa harus diajar dengan pendekatan andragogi seperti dijelaskan di atas.

Sumber:
·         http://imtaq.com/perbedaan-pedagogi-dan-andragogy/
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagogi


Wednesday, June 6, 2012

Hasil Survey "Pendidikan Anak Usia Dini"



Berdasarkan hasil survey yang telah saya lakukan mengenai Pendidikan Anak Usia Dini yang ada di Indonesia, terdapat 60 partisipan dari mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2011, dimana:
Dari hasil survey tersebut, didapat bahwa 95% dari partisipan setuju bahwa pendidikan anak usia dini dapat membantu perkembangan anak. 75% dari partisipan  juga setuju bahwa pendidikan anak usia dini sudah sesuai dengan konteks yang seharusnya, dimana usia dini merupakan usia bermain anak, tetapi 16,67% partisipan memilih netral dan 8,33 % partisipan tidak setuju. Adapun 95% dari partisipan setuju jika pendidikan anak usia dini dapat melatih kemampuan sosial anak.
Dari hasil survey diatas, juga diketahui bahwa 96,67% partisipan setuju jika orang tua harus memperhatikan pendidikan anak usia dini yang akan diberikan kepada anaknya. Sedangkan pada pernyataan kelima, sebanyak 56,67% partisipan memilih netral, dimana anak yang diberikan pendidikan anak usia dini akan berbeda kognitifnya dengan anak yang tidak diberikan pendidikan anak usia dini. Walaupun begitu, sebanyak 35% partisipan setuju dengan pernyataan tersebut dan 8,33% partisipan tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Jadi, dari survey saya ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% partisipan dari mahasiswa Fakultas Psikologi USU yang setuju bahwa pendidikan anak usia dini itu penting diberikan dan harus tetap pada konteks yang seharusnya, dimana usia dini merupakan usia bermain pada anak-anak.